Skip to main content
Keterbukaan Anas Jadi Kabar Baik Pemberantasan Korupsi
Jakarta -
Jika memang mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum, mau
terbuka mengungkap praktik yang selama ini tersembunyi menyangkut
partainya, langkah itu bisa menjadi kabar baik bagi upaya pemberantasan
korupsi. Anas dengan posisi puncaknya di Partai Demokrat pasti memiliki
beragam informasi yang penting bagi pelacakan keterlibatan para
politikus dalam tindak pidana korupsi.
Demikian
rangkuman pendapat Direktur Eksekutif Indonesia Budget Center (IBC)
Arif Nur Alam, Koordinator Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch
(ICW) Danang Widoyoko, dan peneliti senior Pusat Kajian Antikorupsi
Universitas Gadjah Mada (UGM) Hifdzil Alim secara terpisah, Rabu
(27/2/2013).
Ketiganya
sepaham bahwa informasi yang bisa diperoleh dari Anas akan menjadi
keterangan awal bagi para penegak hukum untuk melakukan pemeriksaan.
"Korupsi politik hanya bisa dibongkar bila ada konflik di antara para
pelakunya. Kalau Anas tidak membongkar, kasus (bekas Bendahara Umum
Partai Demokrat) Nazaruddin hanya berhenti pada Andi Mallarangeng dan
Anas Urbaningrum," sebut Danang.
Arif
Nur Alam menyebutkan, sebenarnya pernyataan Anas untuk membuka
kasus-kasus yang melibatkan kader Partai Demokrat bukanlah hal baru
dalam dinamika konflik di parpol. Terlebih lagi, korupsi telah
terfragmentasi dan menyentuh ke semua parpol. Ancaman Anas dapat dilihat
pada aras tekanan politik dalam upaya perlawanan terhadap petinggi
Partai Demokrat atau kepada Susilo Bambang Yudhoyono yang bisa berujung
pada pemakzulan.
Pada
aras hukum, hal itu berarti penyiapan data dan informasi terkait kasus
korupsi proyek kompleks olahraga terpadu Hambalang yang menyentuh
petinggi Partai Demokrat. "Pertanyaan pentingnya apakah ancaman Anas
tidak hanya sesumbar dalam situasi emosional dan hanya menutupi janji
dia bahwa jika dia terlibat akan digantung di Monas," sebut Arif.
Menurut
Hifdzil, dalam konteks kelembagaan partai politik, "ancaman" Anas
secara tidak langsung akan membuat elite dan kalangan internal partai
melakukan bersih-bersih ke dalam. Bagaimanapun "ancaman" tersebut secara
tidak langsung mengancam elektabilitas partai. "Jadi mau tidak mau,
bahkan mungkin secara terpaksa, mereka harus menjaga citra partai dengan
cara menggelar pemeriksaan internal ke dalam partai itu sendiri," sebut
Hifdzil.
sumber https://infokorupsi.com
Comments
Post a Comment