Jambi - Beberapa
kasus korupsi yang ditangani oleh jajaran Polda Jambi saat ini belum
ada yang sampai ke persidangan. Padahal, pihak Polda sudah menetapkan
tersangka dalam beberapa kasus korupsi tersebut. Misalnya dalam kasus
dugaan Korupsi DAK Tebo dan Pengadaan Pompong di Pemkab Tanjabtim.
Sebagai
contoh, adalah kasus dugaan korupsi pengadaan pompong di Kabupaten
Tanjab Timur tahun 2010 senilai lebih kurang Rp 3,4 miliar. Hingga saat
ini juga masih belum tuntas. Pihak Penyidik masih memeriksa saksi-saksi
untuk melengkapi berkas kasus tersebut. Padahal, pihak Polda sudah
menetapkan satu orang tersangka, yakni Zainal Abidin, pihak rekanan dari
CV Dulandari.
Kasus
dugaan korupsi Dana Alokasi Khusus (DAK) Dinas Pendidikan Kabupaten
Tebo tahun 2008 senilai Rp 13 M, dengan tersangka Dumyati. Hingga saat
ini berkasnya belum juga dinyatakan lengkap oleh pihak kejaksaan.
Beberapa kali berkas pemeriksaan tersebut dikembalikan lagi oleh jaksa
kepada penyidik Subdit III Tipikor Direktorat Reserse Kriminal Khusus
(Dit Reskrimsus) Polda Jambi.
Padahal,
dalam kasus ini, tersangka sudah ditahan sejak 22 Desember 2011 lalu.
Bahkan, sekarang tersangka sudah bebas demi hukum, karena masa
penahananya habis.
Selanjutnya
ada kasus pembelian mobil tanpa lelang di Pemkot Jambi tahun 2010 lalu
yang merugikan negara Rp 66 juta dengan tersangka Edward Nuncik . dalam
kasus ini, tersangka belum juga dilimpahkan.
"Berkas
Dumyati masih P19, lainnya masih proses penyidikan, ”ungkap Kabid Humas
Polda Jambi, AKBP Almansyah, beberapa waktu lalu.
Kendala
yang dialami pihak penyidik Polda lainnya adalah belum adanya hasil
audit dari BPKP. Kasus dugaan korupsi pengadaan laptop untuk siswa
berprestasi di SMA Titian Teras tahun 2012 misalnya, sampai saat ini,
pihak kepolisian belum menetapkan tersangka karena mereka masih menunggu
hasil audit dari BPKP.
"Penyidik masih menunggu audit BPKP, untuk masalah kerugian negara," kata Kabid Humas Polda Jambi, AKBP Almansyah.
Menurut
pengamat hukum Jambi, Sahuri Lasmadi, beberapa kendala yang diduga
menjadi penyebab lambatnya proses hukum kasus korupsi adalah lemahnya
koordinasi antara pihak Kepolisian dan Jaksa. Dimana pihak Jaksa diduga
memang mempersulit proses pelimpahan berkas dari penyidik Polda ke Jaksa
Penuntut Umum.
Dijelaskan
Sahuri Lasmadi yang juga dosen di Fakultas Hukum Unja, bisa saja ada
kepentingan-kepentingan dalam penangan kasus tersebut.
“Kadang
kala, pihak Polda sudah menetapkan tersangka dalam satu kasus korupsi,
tapi saat dilimpahkan ke Jaksa, pihak Jaksa meminta pihak Polda untuk
melengkapi berkas – berkas melalui yang namanya pentunjuk Jaksa.
Terkadang, petunjuk Jaksa ini yang mempersulit proses penanganan kasus
korupsi,” beber Sahuri.
Hal
itu, lanjut Sahuri, juga menjadi penyebab mengapa pihak Kepolisian
hanya berani menetapkan sedikit tersangka. “Kadang untuk melengkapi
berkas tersangka itu sangat sulit. Jadi mungkin saja Polda memilih jalan
aman, mereka menetapkan satu tersangka sehingga kasus ini bisa segera
disidang. Kalau banyak tersangka tapi tidak bisa lengkap kan nanti jadi
tanda tanya juga,”jelas Sahuri lagi.
Selanjutnya,
terkait hasil Audit, Sahuri memaklumi hal itu. Karena menurut dia,
dengan adanya hasil audit, maka pihak penyidik akan lebih mudah dalam
melakukan penuntutan.
“Kalau sudah ada kerugian Negara, pasti kasusnya bisa cepat naik,”tukasnya.
sumber: infokorupso.com
Comments
Post a Comment