Empat Tewas dalam Bentrok di Republik Afrika Tengah

Sedikitnya empat orang tewas dan beberapa lain cedera dalam bentrokan antara polisi militer dan pemberontak di Republik Afrika Tengah pada akhir pekan, kata seorang pejabat, Senin (20/5).

Pejabat polisi militer yang tidak bersedia disebutkan namanya itu mengatakan, bentrokan meletus Ahad lalu di Kota Bimbo sebelah selatan ibu kota, Bangui, setelah anggota-anggota koalisi pemberontak Seleka "mencuri dan menyembunyikan" sejumlah kendaraan.

Ia menyatakan, polisi militer berusaha mendapatkan lagi kendaraan-kendaraan itu, namun tersangka pencuri melawan dan salah satu dari mereka ditembak mati aparat.

Dalam serangan balasan, salah satu pemberontak melepaskan tembakan ke arah seorang anggota polisi militer yang menewaskan aparat itu.

Bentrokan terjadi kemudian, yang mengakibatkan satu pemberontak dan seorang warga sipil tewas. Beberapa orang cedera, termasuk seorang anak perempuan yang dirawat di rumah sakit setelah tertembak bahunya.

Pejabat setempat mengatakan, pasukan penjaga perdamaian multinasional FOMAC campur tangan dengan bantuan pasukan Prancis dan memulihkan ketenangan di kota itu.

Koalisi pemberontak Seleka merebut kekuasaan di Republik Afrika Tengah dalam kudeta yang menggulingkan Presiden Francois Bozize setelah perjanjian perdamaian gagal.

Seleka, yang berarti "aliansi", menandatangani sebuah pakta perdamaian pada 11 Januari dengan pemerintah Presiden Francois Bozize di ibu kota Gabon, Libreville.

Perjanjian yang ditengahi oleh para pemimpin regional itu menetapkan pemerintah baru persatuan nasional, yang telah dibentuk dan dipimpin oleh seorang anggota oposisi, Nicolas Tiangaye, dan mencakup anggota-anggota Seleka.

Perjanjian itu mengakhiri serangan sebulan Seleka yang dengan cepat menguasai wilayah utara dan berhenti antara lain berkat intervensi militer Chad sebelum pemberontak itu menyerbu Bangui, ibu kota Republik Afrika Tengah.

Seleka, sebuah aliansi dari tiga kelompok bersenjata, memulai aksi bersenjata mereka pada 10 Desember dan telah menguasai sejumlah kota penting di Republik Afrika Tengah. Mereka menuduh Presiden Francois Bozize tidak menghormati perjanjian 2007 yang menetapkan bahwa anggota-anggota yang meletakkan senjata mereka akan dibayar.

Presiden Francois Hollande telah menyatakan bahwa pasukan Prancis tidak akan ikut campur dalam urusan internal negara bekas koloninya itu.

Prancis menempatkan 250 prajurit di Republik Afrika Tengah, yang bermarkas di bandara Bangui, untuk misi pemeliharaan perdamaian, kata kementerian pertahanan.

Para perwira militer Prancis bertindak sebagai penasihat untuk militer Republik Afrika Tengah, dan Paris pada masa silam membantu mendukung atau menggulingkan pemerintah di negara tersebut.

Namun, Prancis, yang memiliki pakta pertahanan resmi dengan Republik Afrika Tengah sejak 1960, enggan terlibat langsung dalam konflik-konflik di negara bekas jajahannya itu.(Antara)

Sumber: Metrotvnews.com

Comments