Jakarta - Pusat Pelaporan Analisis Transaksi dan Keuangan (PPATK) melaporkan
Pemprov DKI Jakarta berada di peringkat pertama dalam dugaan tindak
pidana korupsi dengan 46,7 persen. Terkait korupsi di Pemprov DKI itu
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad mencatat ada tiga
masalah yang dibidik KPK.
"Penganggaran APBD, pengadaan barang dan jasa, serta masalah pelayanan publik," kata Abraham Samad di Jakarta.
Menurut
Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja , peningkatan korupsi terutama
dilakukan ketika Jakarta dipimpin Fauzi Bowo . Hal itu diperoleh dari
survei integritas antikorupsi yang telah dilakukan KPK.
Bahkan
KPK sudah menerima laporan dugaan penyimpangan penggunaan anggaran yang
dilakukan Fauzi Bowo atau Foke. Lembaga antikorupsi itu sedang
mendalami bukti-bukti dan keterangan yang dilaporkan terkait dugaan
korupsi Foke.
"Untuk
dugaan korupsi Foke masih pulbaket (pengumpulan barang bukti dan
keterangan)," kata Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto , di kantornya.
KPK
melakukan pengumpulan barang bukti setelah ada laporan dari Ketua Umum
Solidaritas Nasional Antikorupsi dan Antimafia Kasus (Senat Markus)
Yusriman. Dia melaporkan Foke atas dugaan korupsi APBD. Yusriman datang
ke KPK ditemani Wakil Gubernur DKI Prijanto dan AM Fatwa.
Saat
itu, Prijanto juga membawa buku karangannya berjudul "Andaikan Saya
atau Anda Jadi Gubernur Kepala Daerah" dan buku berjudul "Alasan Saya
Mundur". Buku tersebut berisi tentang dugaan korupsi di lingkungan
Pemerintah DKI Jakarta. Buku itu pun disertakan sebagai alat bukti.
Pengadilan
Tipikor pun mengungkap ada tindak pidana korupsi di Pemprov DKI. Mantan
Kepala Suku Dinas Pemakaman Jakarta Utara Haeru Darojat terbukti
melakukan tindak pidana korupsi dengan menyalahgunakan wewenang dalam
jabatan dengan memotong anggaran subsidi gali tutup lubang makam selama
April 2010 sampai September 2011. Atas tindakan itu, negara menderita
kerugian sebesar Rp 600 juta.
Uang
itu adalah jumlah potongan anggaran subsidi upah regu penggali kubur
yang diambil Haeru. Uang itu lalu dikumpulkan kepada Bendahara Sudin
Pemakaman Jakarta Utara, Jamaluddin, dan Kepala Seksi Area I Cicilia Sri
Endang. Haeru berkilah pemotongan itu buat menutupi biaya operasional.
Dari
hasil pemotongan itu, Jamaludin dan Cicilia menerima Rp 1 juta dan Rp 2
juta. Sementara Haeru menerima lebih dari Rp 10 juta setiap bulan. Atas
fakta itu, ada unsur menguntungkan diri sendiri dan orang lain atau
korporasi dalam dakwaan primer terpenuhi.
Baru-baru
ini, Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan dua PNS DKI berinisial LL
dan A sebagai tersangka atas kasus kasus korupsi pengadaan kendaraan
mobil toilet VVIP besar dan toilet kecil pada Dinas Kebersihan Pemprov
DKI Jakarta tahun anggaran 2009 yang merugikan negara miliaran rupiah.
"Tersangka
inisialnya LL, mantan kabid sarana dan prasarana dinas kebersihan DKI
Jakarta selaku kuasa pengguna anggaran dan A, PNS selaku ketua panitia
pengadaan barang dan jasa," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum
(Kapuspenkum) Setia Untung Arimuladi di Jakarta, Rabu (1/5).
Untung
mengatakan penyidik pidana khusus kejagung mendapatkan bukti permulaan
yang cukup dalam kasus korupsi toilet tersebut. Untung menjelaskan,
kasus tersebut bernomor penyidikan 61/F.2/Fd.1/04/2013.
"Proyek pengadaan toilet itu merugikan negara sebesar Rp 5,328 miliar," ujar dia.
Sumber: https://www.merdeka.com, infokorupsi.com
Comments
Post a Comment